Potret Pengungsi di Zumlat Amir Ghazi

Bocah Anak Pengungsi yang Curiga saat Tim Datang.-screnshot-
"Kamu tidak membawa senjata kan?" Tanyanya lagi yang membuat kami terenyuh. Kamipun langsung menjawabnya dengan senyuman, dan menjabat tangannya yang mungil, sambil memeluknya.
Usai bercakap-cakap secukupnya, karena waktu makin sore dan kami belum shalat asar, kami kemudian menanyakan dimana tempat wudlu, para pengungsi menjawab, bahwa mereka lebih sering tayamum dari pada wudlu. Tetapi karena mungkin mereka ingin menghormati kami, diantarlah kami di tempat penampungan air berupa tandon warna biru dengan ukuran sedang.
Hanya ada satu tandon air yang dikelelilingi sekitar 20 tenda. Kita bisa bayangkan betapa mahalnya air di penampungan ini.
Letaknya juga lumayan jauh, dan dijaga ketat bergiliran diantara mereka, katanya sengaja dijauhkan dari barak-baraknya, supaya bisa menghemat air, karena pasokan air sangat terbatas, hanya seminggu atau dua minggu mendapatkan pasolan air dari sebuah kawasan irigasi yang di seberang bukit.
Khusus untuk air minum, mereka harus membeli, lantaran air kiriman dari irigasi sawah yang tidak menentu datangnya itu keruh dan tidak layak untuk diminum.
"Jika kita tidak punya uang terpaksa minum air irigasi ini. Meski terkadang setelah minum diare. Kami harus banyak bersabar dan berdamai dengan keadaan," ujar salah seorang pengungsi menjelaskan.
Setelah kami pikir-pikir, akhirnya kami hanya menggunakan air pengungsi ini dengan sedikit saja, sembari memberi sedikit kabar bahagia, bahwa esok lusa tim kami akan datang dengan memuat station water di antara pemukiman dalam areal barak itu.
Waktu magrib semakin dekat, kami pun disambut dengan baik warga pengungsi. Anak-anakpun nampak ceria, sebab tahu keberadaan kami membawa logistik.
Setelah banyak anak-anak berkumpul, sesi trauma healing dimulai, acara menggambar gunung dan binatang yang diadakan oleh tim relawan menambah keceriaan mereka sambil menunggu saat berbuka.
Menjelang maghrib tiba, tim relawan sibuk membagikan makanan buka puasa, yang berisi, nasi briyani paha ayam, buah, yogut, dan air mineral, yang sebelumnya terlebih dulu setiap keluarga menerima paket sembako.
Ketika kita berbuka bersama, kita menyaksikan, mereka amat lahap menyantap paket konsumsi yang kami bagikan, "Hadza min fadli rabbi (ini hadiah dari Allah)", ujarnya dengan rasa yang penuh syukur.
Mereka kemudian mengucapkan banyak terimakasih kepada kami, tim relawan merah putih atas bantuan yang telah diberikan. (Amman-Zumlat, 28 Maret 2025).***