LOKOMOBIL
Akhmad Elvian-screnshot-
Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP, CECH
Sejarawan dan Budayawan
Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia
LOKOMOTIF adalah penanda awal sejarah mekanisasi dalam penambangan Timah di Pulau Bangka.
----------------
SEDIKITNYA masih tersisa Dua Lokomobil yang dapat dilihat dalam kondisi cukup baik dan utuh; Pertama Lokomobil yang terdapat di halaman muka Museum Timah Indonesia (dulu house hill) di Kota Pangkalpinang. Lokomobil diproduksi oleh Marshall Sons & Co Limited Engineers Gainsborough England, berangka tahun 1908 Masehi (tertulis pada bagian badan depan Lokomobil); selanjutnya Lokomobil Kedua dalam jenis yang sama tetapi dengan bentuk cerobong yang agak tinggi terdapat di taman Kota Mentok atau Taman Lokomobil, berada pada posisi di seberang Eks. Rumah Residen Bangka En Onderhoorigheden (sekarang rumah Dinas Bupati Bangka Barat). Secara keseluruhan kerangka lokomobil terbuat dari besi bewarna hitam dengan cerobong asap vertical, dan diproduksi sama dengan Lokomobil di Museum Timah Indonesia Pangkalpinang oleh Marshall Sons & Co Gainsbourgh London (tertulis pada roda tanpa tahun). Lokomobil memiliki dua silinder dan poros utama berada di atas boiler. Keseluruhan rakitan dipasang Empat roda sehingga memudahkan mobilisasi. Roda depan dan badan mesin dapat digerakkan dengan mengunakan tenaga manusia atau hewan untuk menariknya. Terdapat roda gaya (pulley) berbahan besi di bagian atas lokomobil yang digunakan sebagai media penghubung putaran yang dihasilkan piston kemudian diteruskan menggunakan sabuk atau belt ke benda yang ingin digerakkan.
Pada akhir abad 19 Masehi, Pemerintah Hindia Belanda di Keresiden Bangka, mulai melakukan mekanisasi dalam pengelolaan pertambangan Timah. Mekanisasi dilakukan pada sistem pengangkutan atau transportasi di bidang pertambangan dengan menggunakan Trem atau Kereta Api mini yang digerakkan atau ditarik oleh Lokomobil, kemudian mekanisasi dilakukan dalam tekhnologi pembukaan tambang Timah yang mulai menggunakan pompa pompa air bermesin yang digerakkan oleh pembangkit tenaga listrik dari Lokomobil, serta mekanisasi juga terjadi dalam tekhnologi peleburan biji Timah yautu dengan menggunakan oven pendingin air (oven vlaanderen) dengan menggunakan energi listrik yang juga dihasilkan oleh Lokomobil. Trem atau kereta api mini berfungsi untuk mengangkut pekerja dan bijih-bijih timah hasil eksplorasi dari pusat-pusat penambangan atau parit Timah di wilayah tambang darat. Untuk lintasan trem dibangunlah rel lintasan Trem atau Kereta Api Mini yang mekanisme kerjanya yaitu rangkaian gerbong berisi biji Timah atau berisi para pekerja tambang ditarik oleh Lokomobil bertenaga uap. Dalam peta Resident Bangka en Onderh. Opgenomen door den Topografischen dienst in 1928-1929, Reproductiebedrijf Topografische dienst, Batavia 1931 Auteursrecht Voorbehouden (Stbl 1912 No.600) digambarkan dengan jelas jalur atau jalan Trem di beberapa distrik di Pulau Bangka.
Sebelum Tahun 1870 Masehi, peleburan bijih Timah di Pulau Bangka menggunakan teknologi Tungku atau “Tanur Cina”. Teknologi Tungku atau Tanur Cina banyak menggunakan arang dari kayu untuk pembakaran sehingga diperlukan cadangan hutan atau kayu yang relatif besar, sementara itu hutan sebagai tempat produksi kayu juga banyak yang ditebas dan dibakar oleh penduduk pribumi Bangka orang Darat untuk dibuka ladang atau ume. Penggunaan Tungku atau Tanur Cina kemudian dianggap kurang efektif di samping berkurangnya cadangan kayu di hutan dan menyerap tenaga kerja yang besar terutama untuk proses pembuatan arang dan pembakaran pada tanur, serta tidak efektif karena hasil produksi Timah lebih sedikit dibandingkan dengan teknologi oven pendingin air (oven vlaanderen). Kadar Sn timah yang dilebur dengan menggunakan tungku atau tanur Cina berkisar sekitar 94. Setelah Tahun 1870 Masehi, kebanyakan kongsi-kongsi penambangan Timah di Pulau Bangka telah menggunakan oven pendingin air (oven vlaanderen) dalam melebur bijih Timah. Setidaknya pada masa itu telah dioperasikan paling sedikit 42 tungku peleburan Timah di Sembilan distrik penambangan Timah di pulau Bangka, dan kawasan atau wilayah tempat peleburan bijih Timah dengan menggunakan oven pendingin air (oven vlaanderen) biasanya diberi nama dengan sebutan toponimi “Puput” dan hampir di seluruh distrik Pulau Bangka terdapat puput yang kemudian berkembang menjadi kampung yang bernama “Puput”.
Pembukaan tambang yang dalam awal sejarahnya dilakukan dengan teknologi Kulit yaitu membuka lapisan tanah (mengulit tanah) dengan menggunakan air yang dipompakan melalui roda air dan pompa aui (tjiatiauw dan chinshia), selanjutnya berkembang menjadi Teknologi Kuolong Kulit, dilakukan dengan cara yang sama dengan tekhnologi Kulit dengan perbedaan melalui penelitian terhadap kandungan Timah yaitu membuat lubang yang besar setelah diselidiki satu lokasi mengandung banyak bijih Timah melalui alat uji yang disebut bor besi yang disebut ciam (sesuatu yang runcing), semacam tongkat berongga, panjangnya dua puluh kaki (enam meter). Bila ditemukan kandungan bijih Timah yang banyak, maka dilakukan penggalian tanah seperti tekhnologi Kulit oleh pekerja tambang sekitar Dua Puluh Lima hingga Tiga Puluh laki-laki. Para penambang membendung sebuah aliran air dan mengalihkan air ke dalam sebuah saluran yang digunakan untuk memutar roda (tjiatiauw) yang menggerakkan sebuah alat disebut pompa rantai pengangkut atau pompa rantai pengangkut persegi yang mengangkat air dalam sebuah bak air yang disebut chinshia.
Pompa dibuat seluruhnya dari kayu dan biasa dipakai dalam irigasi di Tiongkok. Pompa mengangkut air dari galian dan membuat para penambang dapat mengerjakan lapisan tanah hingga kedalaman sekitar 20 kaki (6 meter) atau lebih dalam lagi jika mereka menggunakan lebih dari satu pompa secara bersamaan. Para penambang memikul tanah galian dalam dua keranjang, menaiki tangga yang dibuat dari batang pohon. Saluran air digunakan untuk menggerakkan roda memungkinkan para penambang membuang lapisan teratas tanah dan membersihkan bijih Timah dengan baik. “pertambangan besar” ini, seperti yang dikatakan peneliti Inggris Thomas Horsfield, ukurannya bisa mencapai 100 kaki (30 meter) panjangnya dengan lebar yang hampir sama besar. Penggunaan pompa dan roda untuk pertambangan kemungkinan dilakukan pertama kali di Pulau Bangka. Sebuah laporan awal (Tahun 1781) menyebutkan tentang bangunan sebuah penampungan air untuk mengalirkan air dari sana ke sebuah saluran yang digunakan untuk memisahkan tanah dari bijih timah dan membuang sisanya. Dalam laporannya di Tahun 1803, Van den Bogaart mengatakan tentang pompa yang digerakkan oleh kincir air atau oleh tenaga kerja ketika air tidak mencukupi. Ia juga melihat pompa timba (ember), meskipun ini masih jarang. Selanjutnya, Croockewit, seorang insiyur Belanda yang mengunjungi semenanjung Malaya pada pertengahan abad ke- 19, menemukan sejumlah kecil roda yang digerakkan pompa dalam operasi pertambangan di sana, pada saat itu pompa semacam ini umum digunakan di Pulau Bangka, ini dapat menunjukkan bahwa model ini masuk ke Malaya dari Bangka (Heidhues,2008: 17-18).
Pembukaan Tambang dengan tekhnologi teknologi di atas pada akhir abad 19 Masehi, berangsur angsur diubah dengan mekanisasi. Penggunaa mekanisasi di pertambangan dilakukan seiring ditemukan tekhnologi mesin uap di Inggris oleh James Watt pada Tahun 1759. Penemuan mesin Uap telah menjadi pendorong utama terjadinya revolusi industri (masa industri 1.0). Richard Trevithick membuat lokomotif pertama pada tahun 1802 sebagai alat transportasi massal menggantikan peranan Kereta Kuda dalam pertambangan Batubara di Inggris. Lokomobil adalah turunan dari lokomotif dengan desain mesin yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah pengoperasiannya dan dapat dipindahkan dengan cepat ke titik produksi lapangan yang memerlukan unit pembangkit daya. Oleh sebab mudahnya dimobilisasi, maka sekitar tahun 1870an penggunaan Lokomobil menyebar luas ke seluruh dunia termasuk ke Pulau Bangka. Di Bangka untuk menggantikan tenaga manusia, lokomobil bergandengan dengan pompa air (water pomp) untuk menyemprot tanah produksi yang mengandung pasir timah atau pompa tanah (gravel pump) untuk menyedot air pada tambang Timah dan menyedot air yang bercampur pasir dan pasir timah dari tanah produksi pada palung tanah di dalam tambang sampai ke kotak pencucian timah (sluicing box). Tidak hanya itu Lokomobil berfungsi sebagai bagian sarana pembangkit listrik untuk peleburan Timah dengan sistem oven berpendingin air (oven vlanderen) menggantikan tanur cina yang banyak menggunakan kayu (arang). Penggunaan lain dari mesin lokomobil ini adalah sebagai sumber daya penggerak dinamo Listrik untuk penggunaan terbatas pada penerangan dan alat listrik sederhana lainnya di Pulau Bangka pada awal abad ke- 20. Lokomobil yang berada di depan Museum Timah dan Taman Kota Mentok memiliki nilai penting bagi sejarah, kebudayaan, arkeologi industry, sejarah perkembangan revolusi industry dan sejarah perkembangan teknologi pertambangan Timah di Pulau Bangka.***