Kisah tentang Membaca
--
Oleh Kristia Ningsih
PenlisLpas
Masih ingatkah kita saat pertama kali belajar menulis? Proses belajar menulis biasanya dimulai dengan mengenali huruf-huruf dan menyusunnya menjadi kata-kata. Setelah itu, kita mulai belajar membaca. Ada kalanya, sebagian orang mengenal bacaan terlebih dahulu sebelum menulis, namun ini bukanlah hal yang umum.
Secara umum, kita belajar menulis terlebih dahulu sebelum bisa membaca. Tanpa disadari, penulis merasa semakin terdorong untuk membaca setelah terlibat dalam dunia tulis-menulis. Apakah ini sebuah pola yang terjadi pada banyak orang? Mari kita telusuri lebih lanjut.
Siapa pun yang ingin menguraikan pemikirannya dengan jelas tentu perlu mempelajari cara menyusun kata yang efektif. Hal ini akan sulit tercapai jika seseorang tidak terbiasa membaca karya orang lain atau berlatih menulis secara teratur. Penulis teringat pesan dosen menulis penulis dahulu “Penulis yang baik adalah pembaca yang baik." Menulis tidak akan sempurna jika seseorang tidak memiliki kebiasaan membaca.
Namun, manfaat membaca tidak hanya terbatas untuk menulis. Dengan sekadar membaca, seseorang dapat mengetahui pemikiran orang lain tentang berbagai hal. Bahkan yang lebih penting lagi, dari membaca, kita bisa belajar untuk melakukan hal yang lebih baik daripada pengetahuan yang kita dapatkan.
Orang yang suka membaca tahu bahwa suatu penilaian yang tampak baik bisa saja tidak sepenuhnya benar. Seorang pembaca yang teliti akan tahu mana yang benar dan mana yang hanya tampak baik. Ia tidak akan membenarkan sesuatu yang salah hanya karena itu terlihat baik. Di saat yang sama, ia akan berusaha menyampaikan kebenaran dengan cara yang baik.
Sebagai contoh, penulis pribadi, melalui membaca buku, mengetahui bahwa ada orang yang mengklaim diri mereka sebagai cendekiawan Muslim, namun ternyata pandangan mereka justru bisa menyesatkan umat Islam. Salah satu contoh yang penulis temui adalah dalam buku Virus Liberalisme di Perguruan Tinggi Islam karya Adnan Husaini.
Dalam kesempatan lain, penulis membaca tentang seorang ustad yang mengubah prinsip keislamannya setelah menikah dengan seorang wanita baru. Para guru lain sudah mengingatkan bahwa wanita tersebut merusak agama. Namun akhirnya, ia menceraikan istri pertamanya. Kini membiarkan dirinya mengikuti istrinya berkegiatan meditasi yang bukan bagian dari Islam atau membolehkan tak salat Jumat.
Pengetahuan ini penulis dapatkan hanya karena kebiasaan membaca. Sekadar informasi, sesuai penjelasan situs keislaman Rumasyho dan Muslim.or.id bahwa membicarakan sesuatu yang buruk untuk menghindarkan lebih banyak keburukan (mengikuti kekeliruan ustad tersebut) merupakan satu dari enam gibah yang diperbolehkan menurut ulama. Betapa berbahayanya jika kita tidak menyadari hal-hal seperti ini. Tanpa membaca, kita bisa saja terjebak dalam pengaruh yang salah.