Mendengar, Menaati, dan Berlomba Menjaga Laut Batu Beriga
Randi Syafutra-screenshot-
Oleh Randi Syafutra
Dosen Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung
Suatu pagi di akhir April 2025, angin pantai Batu Beriga membawa kabar yang telah lama diperjuangkan rakyat: Gubernur Bangka Belitung, Hidayat Arsani, bersama Bupati Bangka Tengah, Algafry Rahman, menyatakan sepakat menolak penambangan di laut yang menjadi nadi kehidupan masyarakat itu. Pernyataan tersebut bukan sekadar jawaban administratif, melainkan gema nyata dari sikap sami'na wa atho'na—kami mendengar, kami taat—terhadap suara rakyat yang bertahun-tahun berteriak mempertahankan hak atas lingkungan hidupnya.
Dalam momen langka ini, pemerintahan daerah menunjukkan bahwa mendengar rakyat bukan sebatas mendengarkan, melainkan menjalankan amanah untuk menjaga tanah air dan lautnya sebagai bagian dari pengabdian, bukan sekadar kekuasaan.
Laut Batu Beriga bukan sekadar bentang air asin yang biru membentang di cakrawala Bangka Tengah. Di situlah kehidupan berdenyut. Nelayan bangun sebelum fajar, menyiapkan jaring, mengayuh sampan, berdoa kepada Sang Pencipta agar rezeki berlabuh di ujung pengorbanan mereka.
Jika laut rusak karena rakusnya tambang timah, bukan hanya ekosistem yang musnah, melainkan seluruh sendi sosial budaya masyarakat pesisir. Dalam kerangka itulah, keputusan menolak penambangan bukan hanya tindakan administratif, melainkan perwujudan tanggung jawab moral terhadap kehidupan, terhadap amanah Tuhan untuk menjaga bumi, dan terhadap warisan untuk generasi mendatang.
Konsep sami'na wa atho'na yang berakar dari nilai keislaman—dari surah An-Nur ayat 51—menjadi relevan untuk memahami respons pemerintah terhadap aspirasi rakyat Batu Beriga. Sikap tunduk terhadap perintah kebaikan dan kebenaran, meskipun terkadang berat dan berisiko, adalah fondasi etis yang sejatinya harus menjiwai setiap langkah pemimpin.
Tidak cukup hanya mendengar, tapi juga patuh kepada kebenaran yang disuarakan rakyat yang hendak mempertahankan hak hidup mereka. Dalam konteks ini, pemerintah tidak sekadar berkuasa, melainkan berkhidmat. Tidak sekadar mengatur, melainkan mengabdi.