Baca Koran babelpos Online - Babelpos

Fidusia dan Debt Collector: Ketika Hukum Jaminan Berhadapan dengan Praktik Jalanan

Lidia.-Dok Pribadi-

 

Untuk konsumen, jalur perlindungan hukum dan mediasi tersedia. BPKN dan OJK membuka layanan pengaduan bila terjadi penarikan paksa. Debitur dapat melapor ke BPKN (153) atau OJK (157/APPK online). OJK kemudian membantu nasabah dan perusahaan pembiayaan untuk menyelesaikan masalah secara damai. Namun, jika mediasi tidak berhasil, kasus baru dibawa ke ranah hukum. Leasing yang terbukti melanggar peraturan, seperti menarik paksa di jalan, dapat dikenai sanksi berat hingga izin usaha dicabut oleh badan perlindungan konsumen.

 

Rekomendasi Kebijakan

Guna meredam konflik antara praktek premanisme dan peraturan fidusia, sejumlah langkah kebijakan konkret perlu diambil: Revisi atau penegasan UU Jaminan Fidusia dan aturan turunannya agar lebih eksplisit melarang penarikan paksa di luar prosedur pengadilan. 

 

Perketat pengawasan OJK terhadap perusahaan pembiayaan; Selaraskan UU Fidusia dengan regulasi OJK (P2SK) dan KUHP agar praktik jalanan seperti perampasan motor/jalan didefinisikan jelas sebagai kejahatan. Pastikan semua pengumpul hutang bersertifikat dan bertindak sesuai surat tugas. Perusahaan leasing yang mengizinkan atau menyuburkan aksi ilegal harus dikenai sanksi administratif lebih keras (mis. denda, pencabutan izin). 

 

Implementasi Peraturan OJK Nomor 18/POJK.07/2021 tentang penagihan utang harus dikawal, termasuk kewajiban laporan internal; Sosialisasikan hak dan prosedur debitur secara luas (melalui media massa, lembaga konsumen, kampus) agar masyarakat tahu bahwa eksekusi aset mereka hanya dapat dilakukan dengan putusan pengadilan. Publikasikan cara mengadukan praktik kriminal (misalnya APPK OJK, BPKN) agar korban lebih cepat mendapat bantuan; Polri, OJK, dan Kemenkumham perlu berkoordinasi untuk memantau aduan publik (media sosial, laporan masyarakat) dan bertindak cepat atas laporan perampasan. 

 

Polisi harus menerapkan pasal KUHP dengan konsisten: perampasan jalanan dapat dituntut sebagai pencurian dengan kekerasan (Pasal 365), pemerasan (Pasal 368) atau tindak pidana lainnya, mengikuti instruksi Kapolri. Unit Reserse dapat membentuk tim khusus untuk menangani kasus preman yang dikenal sebagai "penagih hutang". 

 

Pemerintah juga bisa mempertimbangkan dibentuknya satgas anti-premanisme perbankan (seperti Operasi Berantas Jaya 2025 di Jakarta Timur) secara nasional; Perkuat mekanisme mediasi sengketa kredit melalui lembaga arbitrase atau pengadilan konsumen, sehingga konflik utang tak berakhir di jalanan. Untuk persidangan fidusia, berikan bantuan hukum kepada debitur yang kurang mampu. Selain itu, jika debitur setuju, lakukan prosedur "penyerahan sukarela" aset untuk memastikan eksekusi cepat dan tanpa hambatan.

 

Diharapkan praktik preman seperti "debt collector jalanan" akan dikurangi dengan penegakan hukum yang tegas dan perlindungan konsumen yang tepat. Hukum jaminan fidusia sejatinya memberikan kepastian, tetapi bukan izin untuk main hakim sendiri. Semua pihak – pemerintah, penegak hukum, perusahaan finansial, dan publik – perlu bekerja sama memastikan eksekusi kredit berjalan sesuai hukum, menjunjung rasa keadilan dan menghindari kekerasan di jalan.(**)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan