Fidusia dan Debt Collector: Ketika Hukum Jaminan Berhadapan dengan Praktik Jalanan
Lidia.-Dok Pribadi-
Oleh Lidia
Mahasiswa Universitas Bangka Belitung
Undang-Undang Jaminan Fidusia (UU No. 42/1999) memberikan jaminan hukum yang kuat bagi kreditur: sertifikat fidusia seakan berfungsi sebagai keputusan pengadilan bila debitur wanprestasi. Namun, sejak keputusan yang dibuat oleh Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 dan 2/PUU-XIX/2021, eksekusi fidusia harus melalui proses pengadilan. Kreditur wajib mengirimkan peringatan tertulis berjenjang, kemudian mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri (Pasal 29–31 UU Fidusia).
Prinsipnya, jika debitur tidak menyerahkan aset dengan sukarela, pengadilanlah yang menetapkan pelelangan. Proses ini diawasi oleh pemerintah dan lembaga seperti BPKN untuk melindungi debitur. Bahkan Badan Perlindungan Konsumen Nasional mengatakan bahwa penagih hutang tidak boleh menarik paksa mobil di jalan karena mereka harus melewati langkah-langkah hukum seperti surat teguran bertahap, somasi, dan penagih bersertifikat. Tanpa surat tugas resmi dari perusahaan pembiayaan, tindakan penagihan dipandang ilegal.
Ketegangan Hukum di Jalan: Kasus Viral (2024–2025)
Fakta di lapangan menunjukkan ketidaksepakatan tajam antara aturan formal dan praktik premanisme. Sepanjang 2024–2025 banyak video viral yang merekam aksi paksa debt collector di jalanan. Misalnya, pada bulan Juni tahun 2025, seorang wanita yang memiliki Toyota Avanza di Stasiun Whoosh Halim (Jakarta Timur) menghadapi masalah mobilnya diambil oleh sekelompok penagih hutang.
Setelah paksa menarik mobilnya, para pelaku bahkan diduga memeras korban hingga Rp25 juta agar kendaraannya dikembalikan. Tidak lama kemudian, orang lain juga menjadi korban di Jalan Dewi Sartika (Kramat Jati, Jakarta Timur). Enam pria berpakaian seperti mata elang tiba-tiba menodong dan menghentikan pengendara N-Max muda, menuduh dia belum membayar cicilan.
Korban yang membawa dua anak kecil hanya bisa jongkok ketakutan saat motor dan kuncinya diambil paksa. Polsek Kramat Jati mengonfirmasi bahwa aksi ini betul cara ‘penagihan’ debt collector secara ilegal dan tengah menyelidiki laporan korban.