Generasi Manis, Masa Depan Pahit: Ketika Diabetes Menjadi Tren Baru
Adinda.-Dok Pribadi-
Hal ini diperparah dengan anggapan bahwa kesehatan bisa dikejar nanti, sementara saat ini yang penting adalah “menikmati hidup”. Faktor risiko utama: pola makan tinggi gula, kebiasaan nongkrong dengan kopi susu atau boba, kurang olahraga, dan tidur tidak teratur. Faktor lainnya adalah efek gaya hidup modern: teknologi yang membuat segalanya serba instan, tetapi juga menurunkan aktivitas fisik harian.
Realita di kalangan anak muda saat ini seperti minuman kekinian jadi simbol gaya hidup. Bayangkan satu gelas kopi susu gula aren bisa mengandung lebih dari 20 gram gula. Untuk bubble tea / boba milk tea kandungan gulanya sekitar ( 500-700 ml ).
Kemudian kurangnya kesadaran kesehatan. Yakni banyak anak muda percaya bahwa diabetes hanya menyerang orang tua. Dan kurangnya edukasi sejak dini dikarenakan edukasi kesehatan sering lebih menekankan pada bahaya rokok atau narkoba. Pola makan dan risiko diabetes jarang jadi fokus utama, sehingga banyak anak muda tidak paham betapa seriusnya penyakit ini.
Ketiga, kebiasaan sehari-hari yang di antaranya adalah begadang dengan camilan manis, jarang bergerak, hingga stres pekerjaan yang berujung pola makan tidak sehat.
Dari semua itu akan menimbulkan dampak jangka panjang. Seperti kesehatan fisik. Diabetes melitus bukan hanya soal “gula darah tinggi”. Kalau tidak terkontrol, gula yang menumpuk dalam darah bisa merusak organ-organ penting secara perlahan seperti jantung dan pembuluh darah, ginjal, saraf dan mata.
Kemudian kualitas hidup, yakni generasi muda yang seharusnya produktif bisa terjebak pada rutinitas cek gula darah, konsumsi obat, atau insulin. Selanjutnya beban ekonomi, yakni biaya pengobatan diabetes jauh lebih mahal dibandingkan harga satu gelas minuman manis yang sering dikonsumsi.
Solusi: Mengubah Pola Pikir dan Hidup