Baca Koran babelpos Online - Babelpos

Nasyid sebagai Ruang Penyembuhan dan Pendidikan Jiwa

Abdul Wachid-Dok Pribadi-

Oleh Abdul Wachid B.S.

Guru Besar UIN Saizu, Purwokerto

 

Saya masih ingat jelas bagaimana suara nasyid pertama kali menyentuh hati saya. Di sebuah mushola kecil, selepas Maghrib, suara anak-anak yang melantunkan puji-pujian mengalun lirih, kadang sumbang, tetapi penuh ketulusan. Suara itu bukan sekadar alunan musik, melainkan getar batin yang menghadirkan rasa damai. Dari pengalaman sederhana itu, saya memahami bahwa nasyid bukan sekadar tradisi musik keagamaan, melainkan ruang perjumpaan spiritual yang memberi ketenangan sekaligus pengajaran moral.

 

Pengalaman personal ini terpantik kembali ketika saya membaca sebuah buku berjudul Nilai Edukatif dan Terapeutik: Menelusuri Urgensi dan Beragam Nasyid karya Prof. Dr. H. Sulkhan Chakim, S.Ag., M.M., yang diterbitkan oleh UMP Press Purwokerto (Agustus 2025). Buku ini menekankan aspek terapeutik dan edukatif yang terkandung dalam nasyid, sekaligus memperlihatkan bagaimana ia dinegosiasikan dalam konteks masyarakat modern. Pandangan itu menarik karena sering kali kita hanya menempatkan nasyid sebagai hiburan religius, bukan sebagai media pendidikan atau penyembuhan jiwa.

 

Esai reflektif ini akan menanggapi gagasan buku tersebut dengan menyoroti tiga aspek utama: nasyid sebagai tradisi yang hidup, daya terapeutik dan edukatifnya, serta posisinya dalam negosiasi identitas budaya Indonesia dan Malaysia. Melalui itu, saya ingin menunjukkan bahwa nasyid adalah warisan yang bukan hanya patut dikenang, tetapi juga dipelihara sebagai kebutuhan spiritual masyarakat modern.

 

Nasyid sebagai Tradisi yang Hidup

Nasyid bukan sekadar seni suara yang mengiringi ritual keagamaan, melainkan bagian dari denyut kehidupan umat Islam di Nusantara. Di Indonesia, tradisi ini akrab dengan suasana mushola dan pesantren. Puji-pujian sering dilantunkan sebelum atau sesudah shalat berjamaah, bahkan menjadi pengiring dalam perayaan keagamaan. Dari suara yang sederhana itu lahirlah rasa kebersamaan, seolah-olah setiap orang sedang berada dalam satu getaran jiwa. Inilah yang membuat nasyid terasa sebagai tradisi yang hidup, bukan barang museum, tetapi praktik yang melekat dalam keseharian umat.

 

Di Malaysia, nasyid berkembang dalam arah yang sedikit berbeda. Dari tradisi lisan dan keagamaan, ia kemudian masuk ke ranah industri musik populer. Nama-nama seperti Raihan dan Rabbani menunjukkan bagaimana nasyid bisa menjangkau publik yang lebih luas dengan kemasan modern. Namun demikian, meski berbeda jalur, inti yang sama tetap terlihat: nasyid adalah media spiritual yang menyampaikan pesan ketauhidan dan akhlak mulia.

 

Tag
Share