Bukan Cuma Pintar, Anak Perlu Cerdas Mengelola Emosi
Feni Yulianti.-Dok Pribadi-
Islam mengajarkan keseimbangan antara akal, hati, dan perbuatan. Mengendalikan marah, bersabar, tidak berlebihan dalam mencintai atau membenci, dan bersikap adil adalah bagian dari kecerdasan emosional yang sudah diajarkan sejak 14 abad lalu. Rasulullah SAW adalah teladan dalam hal ini. Beliau mampu tetap sabar dan lembut meskipun menghadapi cercaan dan penolakan.
Rasulullah SAW bersabda: “Bukanlah orang yang kuat itu yang pandai bergulat, melainkan orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini mengajarkan bahwa kecerdasan emosional, khususnya kemampuan mengendalikan amarah, adalah salah satu indikator kekuatan sejati seorang Muslim.
Ketika siswa mempelajari PAI dengan kecerdasan emosional yang baik, mereka bukan hanya mengerti teks, tetapi juga menangkap makna. Misalnya, mereka tidak hanya mengetahui kewajiban shalat, tetapi juga merasakan ketenangan batin yang muncul setelah melaksanakannya. Mereka tidak sekadar memahami konsep sedekah, tetapi benar-benar merasakan empati saat membantu orang lain yang kesusahan.
Membangun Kecerdasan Emosional di Sekolah dan Rumah
Peningkatan kecerdasan emosional tidak bisa dilakukan secara instan. Lingkungan sekolah dan keluarga harus menjadi ruang latihan yang konsisten. Guru PAI, misalnya, dapat mengintegrasikan pembelajaran agama dengan kegiatan refleksi diri, diskusi kelompok, atau permainan peran yang melatih empati dan pengendalian diri. Contoh sederhana, saat membahas ayat tentang sabar, guru bisa meminta siswa menceritakan pengalaman ketika mereka harus bersabar, lalu mengajak teman-teman memberi masukan positif. Atau ketika membahas ayat tentang persaudaraan, siswa diajak membuat kegiatan sosial seperti bakti lingkungan atau penggalangan dana untuk korban bencana. Orang tua juga memegang peran penting. Menghargai pendapat anak, mendengarkan keluh kesah mereka tanpa menghakimi, dan memberi teladan dalam bersikap akan memperkuat pembelajaran emosional. Selain itu, pembiasaan kecil seperti mengucapkan terima kasih, meminta maaf dengan tulus, dan mengekspresikan perasaan secara sehat perlu dibudayakan di rumah maupun sekolah.
Menjawab Tantangan Era Digital
Di era digital, anak-anak sering dihadapkan pada konten yang memicu emosi negatif: berita hoaks, ujaran kebencian, atau perundungan daring. Tanpa kecerdasan emosional, mereka akan mudah terprovokasi atau terjebak dalam perilaku yang merugikan. Pendidikan Agama Islam yang dipadukan dengan pembinaan kecerdasan emosional bisa menjadi benteng yang kokoh. Siswa tidak hanya diajarkan mana yang benar dan salah, tetapi juga dilatih untuk menenangkan hati, berpikir jernih, dan bertindak bijak dalam menghadapi situasi sulit. Mereka akan terbiasa memeriksa kebenaran informasi sebelum membagikannya, menghindari komentar kasar di media sosial, dan lebih bijak dalam menyikapi perbedaan pendapat di dunia maya.