Timah Bangka Belitung, Antara Kejayaan dan Kehancuran
Lebih parah lagi, penambangan timah di laut membawa dampak langsung bagi ekosistem pesisir. Nelayan kehilangan sumber penghidupan karena laut yang keruh, terumbu karang hancur, dan ikan semakin sulit didapat. Ironisnya, banyak nelayan akhirnya terpaksa ikut menambang di laut, meski tahu aktivitas itu justru mempercepat kerusakan.
Persoalan Legalitas dan Keadilan
Salah satu ironi terbesar dalam pertimahan Bangka Belitung adalah soal legalitas. Banyak tambang rakyat dianggap ilegal, padahal merekalah yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Sementara itu, perusahaan besar dengan izin resmi justru kerap dituding abai terhadap kewajiban reklamasi.
Masyarakat kecil sering jadi korban aturan, sementara pemilik modal besar bisa melenggang dengan mudah. Ketimpangan ini menimbulkan rasa tidak adil di tengah masyarakat. Tambang rakyat yang seharusnya bisa diatur dengan pola koperasi atau izin khusus sering kali diburu aparat, padahal mereka hanya mencari nafkah.
Ketergantungan yang Berbahaya
Opini pribadi saya, terlalu bergantung pada timah adalah kesalahan strategis. Timah memang memberi pemasukan cepat, tapi tidak abadi. Cadangan timah akan habis suatu hari nanti, sementara dampak lingkungan sudah dirasakan sekarang. Jika tidak ada alternatif ekonomi, Bangka Belitung akan menghadapi krisis besar ketika timah tak lagi bisa diandalkan.
Sayangnya, hingga kini pemerintah daerah dan pusat terlihat gamang. Sektor pariwisata, perikanan, dan perkebunan memang dibicarakan, tetapi belum mampu menyaingi dominasi timah. Akibatnya, masyarakat tetap kembali ke tambang sebagai pilihan utama.
Jalan Keluar yang Harus Ditempuh