Baca Koran babelpos Online - Babelpos

Pintar Dak Ngajir, Budu Dak Belajir

Ahmadi Sopyan-screnshot-

Dalam tutur lisan, para orangtua di kampung-kampung seringkali mengungkapkan sebuah sindiran yang penuh makna dan hingga hari ini masih relevan untuk kita bahas dan kaji untuk perenungan diri. Kebudayaan dan peradaban dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui tradisi lisan seperti pantun, syair, gurindam, dongeng, nyanyian dan ungkapan tradsional lainnya.

Ungkapan tradisional masyarakat kampung di Pulau Bangka tersebut bernada sindiran penuh makna. Ini bukan sekedar ungkapan biasa, namun ia memiliki makna yang cukup mengena dalam sebuah tafsiran yang luar biasa untuk menyindir seseorang, yakni kelas manusia pintar yang tak bermanfaat terhadap lingkungannya bahkan dirinya sendiri dan kelas manusia awam yang tak mau belajar dari ketidakmampuannya bahkan merasa pintar padahal bodoh.

Di zaman lembaga pendidikan kian menjamur, perguruan tinggi berdempetan bahkan kekurangan lahan, pesantren dimana-mana dan berbagai pengajian dan khutbah semarak di lakukan, lembaga dakwah menjamur dibentuk oleh berbagai kalangan, namun rohani dan perilaku kita dalam menyikapi kehidupan sosial masih saja keliru bahkan parahnya mengkambing hitamkan kekeliruan tersebut kepada orang lain dan mencari dalil pembenaran diri sendiri. 

Terlalu banyak bercokol di negeri ini sarjana pengangguran yang cak-cak jadi pengamat tak bermanfaat (termasuk saya lho, bukan nyindir orang lain!), komentator sekaligus provokator, tukang maca urang dan sebagainya, yang berasal dari orang-orang pintar, tapi apa yang diungkapkan sama sekali tak bermanfaat bagi orang lain, bahkan dirinya sendiri kecuali hanya sekedar menebar kebencian, amarah dan suasana yang kian tidak kondusif dengan ditunggangi kepentingan politik semata. Makanya tak heran jika di negeri burung garuda sakit kepala ini kita sudah susah membedakan mana promotor mana provokator, mana pejabat mana penjahat, mana pembela negara mana penjual aset bangsa, mana pelajar mana pelacur, semuanya bercampur baur menjadi satu.

Khairunnaas anfauhum linnaas (Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya), sebuah nasehat dari Rasulullah SAW kepada umat manusia di seluruh penjuru muka bumi ini memotivasi kita semua bahwa siapa pun diri kita dan apapun profesi yang kita sandang, sekolah maupun tidak sekolah, bertitel maupun tanpa nama sekalipun, hendaknya bermanfaat bagi orang lain untuk menebar kebaikan dan pencerahan serta inspirasi. 

Nah, nasehat orangtua kita dulu dengan ungkapan sindiran  pintar dak ngajir, budu dak belajir  ini nampaknya pas buat kita semua yang hidup di era yang semakin bertebaran orang-orang pintar, namun tak banyak bermanfaat bagi orang lain alias dak ngajar, bahkan cenderung membodoh-bodohi orang yang dianggap bodoh. Bahkan parahnya jangankan bermanfaat terhadap orang lain atau lingkungan, kepada dirinya sendiri dan keluarga kepintaran itu tak juga bermanfaat. 

Parahnya, tak sedikit pula orang-orang yang merasa besar tapi tak siap dikritik, tak siap diusik. Menjadi pohon tinggi namun tak mau tertiup angin. Caci-maki dan hujatan kepada pengekritik menunjukkan ketidakdewasaan dan kekerdilan jiwa yang terbungkus dalam kepongahan atau bisa juga perilaku kaget struktural atau kaget penghormatan. 

Tapi juga di lain pihak tak sedikit orang bodoh yang hobi mengkritik tanpa didasari ilmu kecuali hanya karena sikap suka dan tidak suka (like and dislike). Juga ada rombongan mengumbar koar-koar (umbar janji dan pidato) karena berambisi menjadi orang besar atau ingin dekat dengan orang besar, tapi sayangnya tak pernah meluangkan waktu untuk introspeksi diri serta belajar menjadi orang benar, apalagi pas moment akan Pileg 2014 sebentar lagi! Lebih parah lagi sekarang ini bermunculan orang bodoh berambisi menjadi pemimpin atau pengambil keputusan/kebijakan serta dikelilingi oleh orang-orang bodoh yang sukses menjadi penjilat dalam kekuasaannya.

Pinter dak ngajir, budu dak belajir, dimana posisi Anda? kalau saya sih lumayan parah, sudah tahu budu (bodoh) ngajir pulik! 

Salam budu! (*)

    

    

 

Tag
Share