"Dibuat pembuatan FS pada tanggal 14 Desember 2017 oleh tim tersebut dengan hasil: cadangan yang akan ditambang sebesar 2.465 ton SN," ujar Jaksa Penuntut Umum.
Terhadap biaya-biaya yang diperkirakan akan dikeluarkan oleh PT Timah dalam proyek tersebut, termasuk penambangan dengan metode alat gali (ore getting) menggunakan CSD dengan sistem sewa tanpa survei mitra penyewaan, rincian biaya operasional per bulan mencapai Rp 1.099.146.955.
Sewa kapal CSD per bulan mencapai Rp 9.315.000.000, biaya pembuatan washing plant sebesar Rp 41.984.401.050. Rencananya, penambangan akan dilakukan selama 2 tahun dengan total biaya operasional CSD sekitar $ 20.240.000.
Biaya bahan bakar selama 2 tahun sekitar $ 3.370.000, biaya karyawan selama 2 tahun mencapai Rp.6.642.000.000, biaya sewa alat berat selama 2 tahun sekitar Rp 4.036.500.000, dan biaya perawatan sebesar Rp.5.859.000.000.
Meskipun biaya yang diestimasi begitu besar, namun dalam FS mereka, juga dijanjikan hasil yang menggiurkan dari eksplorasi tersebut. Namun, kenyataannya realitas di lapangan kemungkinan besar akan menghadapi tantangan dan kejutan tersendiri.
BACA JUGA:Pak Kajati, Manalagi Tersangka Tipikor Washing Plant? Dari Intern PT Timah?
Perjalanan Tipikor itu?
Proyek eksplorasi dimulai 19 Desember 2017 selesai 31 Desember 2018. Awal pembangunan proyek oleh divisi logistik dan produksi PT Timah itu -tak terlepas- dari hasil visibility dari pihak eksplorasi PT Timah itu sendiri. Dimana dalam visibility mereka -di awal lalu- kalau di pantai Tanjung Gunung itu -diklaim- memiliki kandungan pasir timah dengan jutaan ton. Sehingga eksplorasi pasir timah diharuskan membangun CSD.
CSD merupakan salah satu metode penambangan lepas pantai yang menggunakan air sebagai media pembawa untuk mendistribusikan material tambang dari dasar laut menuju unit penyaringan -di darat. Untuk sistem di darat disebut washing plant itu atau pemipaan. Sistem pemipaan merupakan bagian yang sangat penting dalam menyalurkan pasir kandungan timah.
CSD ini sendiri adalah sebuah kapal isap yang berfungsi untuk memindahkan material berupa tanah, pasir, atau lumpur yang berada di bawah permukaan air. CSD memiliki kepala pemotong pada bagian pintu masuk yang dapat digunakan untuk beberapa material keras seperti batu atau kerikil.
Namun ternyata proyek yang menelan biaya senilai Rp 100 milyar itu hanya membangun washing plant tanpa disertai dengan CSD?
Persoalan juga lebih dari itu, ternyata pengadaan mesin washing plant bukan dengan cara built-up melainkan assembling. Built-up tentunya pengadaan dengan cara lelang serta melibatkan adanya pihak ketiga. Sementara assembling atau perakitan berupa pengadaan sendiri oleh bagian logistik PT Timah.
Lebih parah lagi, ternyata mesin tak mampu beroperasi secara normal. Dalam artian singkat, mesin-mesinya kerap alami kerusakan sehingga menggangu operasional kerja eksplorasi. Dugaan kuat pengadaan mesin proyek tak sesuai spesifikasi.
BACA JUGA:CSD dan Washing Plant PT Timah Tbk, Nekad Tanpa Lelang?
Tak cukup di situ juga, persoalan lain juga ternyata diperparah lagi kalau hasil dari eksplorasi pasir timah sendiri ternyata tak sesuai harapan. Dimana dari hasil visibility pihak PT Timah -saat awal- kandungan pasir timahnya yang diklaim mencapai jutaan ton itu. Sementara hasil yang diperoleh masih jauh panggang dari harapan. Singkat kata PT Timah dalam eksplorasi di Tanjung Gunung telah alami kerugian atas hasil visibility itu.
Dimana dari bocoran yang wartawan ini terima dari internal penyidik kalau mesin-mesin itu memiliki masalah. Sehingga tidak bisa beroperasi secara layak itu.