Dengan semua itu, Bintang Hindia meraih sukses besar dan pada tahun 1904, pelanggannya mencapai 27.000 orang.
Kantor cabangnya tersebar di Manado, Padang, Medan, dan Batavia sementara kantor utamanya berpusat di Bandung.
Secara sepintas, Abdoel Rivai adalah tokoh yang luar biasa atas kesuksesannya, ia memiliki istri cantik, seorang dokter, kaya raya dan populer.
Namun hal yang hilang pada diri Abdoel Rivai adalah iman dan islam, hal inilah yang menjadi dampak atas pendidikan serta lingkungannya.
Tidak hanya berdampak pada Abdoel Rivai, penjajahan kolonial Belanda yang diterapkan di Indonesia telah menggeser hukum islam menjadi hukum Eropa.
Hal ini bahkan sudah lama terjadi dan diberlakukan di berbagai kesultanan islam di Nusantara.
Peristiwa ini pernah diungkapkan oleh Pangeran Diponegoro rahimahullah sebelum pecahnya perang Jawa.
“Kekuasaan (Eropa) di Jawa merupakan kemalangan terbesar bagi rakyat Jawa karena mereka dijauhkan dari hukum Ilahi yang dibawa oleh Nabi. Kemudian ditundukkan dibawah peraturan hukum Eropa.”
Menjelang akhir abad ke-19, pemerintah kolonial Belanda mencanangkan kebijakan baru yang belum pernah diterapkan sebelumnya yaitu Politik Etis.
Politik etis ialah kebijakan yang diyakini akan efektif meredam berbagai perlawanan kaum pribumi terhadap kolonial Belanda.
Secara sekilas, kebijakan ini ialah kebijakan yang mulia dan terkesan bersahabat dengan para pribumi.
Belanda akan memperbaiki kesejahteraan masyarakat pribumi, memperbaiki saluran irigasi untuk menopang aktivitas pertanian dan menyelenggarakan fasilitas pendidikan.
Namun semua itu tidaklah gratis, rakyat pribumi harus membayar pajak untuk memiliki seluruh fasilitas tersebut.
Selain itu mekanisme pendidikan yang diselenggarakan pun sudah jelas untuk menjinakkan perlawanan pribumi yang didasari oleh spirit islam.
Oleh karena itu Belanda menyelenggarakan pendidikan sekuler untuk menjauhkan pengamalan agama islam dari kehidupan sehari-hari.
Hal ini berwujud dengan adanya pendidikan netral yang banyak diselenggarakan oleh orang Theosofi dan Freemansory dan Abdoel Rivai menjadi salah satu korbannya.***