Riza Pahlevi sudah diperiksa kurang lebih sekitar 10 jam. Sayang Riza walau mau melayani wartawan namun ogah berkomentar rinci terkait kasus yang membelit itu. Dia menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum yang berlangsung.
Nasib Proyek?
Modus dan lika-liku proyek eksplorasi perusahaan plat merah ini ternyata cukup panjang.
Proyek eksplorasi dimulai 19 Desember 2017 selesai 31 Desember 2018. Awal pembangunan proyek oleh divisi logistik dan produksi PT Timah itu -tak terlepas- dari hasil visibility dari pihak eksplorasi PT Timah itu sendiri. Dimana dalam visibility mereka -di awal lalu- kalau di pantai Tanjung Gunung itu -diklaim- memiliki kandungan pasir timah dengan jutaan ton. Sehingga eksplorasi pasir timah diharuskan membangun CSD itu.
CSD merupakan salah satu metode penambangan lepas pantai yang menggunakan air sebagai media pembawa untuk mendistribusikan material tambang dari dasar laut menuju unit penyaringan -di darat. Untuk sistem di darat disebut washing plant itu atau pemipaan. Sistem pemipaan merupakan bagian yang sangat penting dalam menyalurkan pasir kandungan timah.
BACA JUGA:Modus Tipikor Washing Plant
CSD ini sendiri adalah sebuah kapal isap yang berfungsi untuk memindahkan material berupa tanah, pasir, atau lumpur yang berada di bawah permukaan air. CSD memiliki kepala pemotong pada bagian pintu masuk yang dapat digunakan untuk beberapa material keras seperti batu atau kerikil.
Namun ternyata proyek yang menelan biaya senilai Rp 100 milyar itu hanya membangun washing plant tanpa disertai dengan CSD itu.
Persoalan juga lebih dari itu, ternyata pengadaan mesin washing plant bukan dengan cara built-up melainkan assembling. Built-up tentunya pengadaan dengan cara lelang serta melibatkan adanya pihak ketiga. Sementara assembling atau perakitan berupa pengadaan sendiri oleh bagian logistik PT Timah.
Lebih parah lagi, ternyata mesin tak mampu beroperasi secara normal. Dalam artian singkat, mesin-mesinya kerap alami kerusakan sehingga menggangu operasional kerja eksplorasi. Dugaan kuat pengadaan mesin proyek tak sesuai spesifikasi.
Tak cukup di situ juga, persoalan lain juga ternyata diperparah lagi kalau hasil dari eksplorasi pasir timah sendiri ternyata tak sesuai harapan. Dimana dari hasil visibility pihak PT Timah -saat awal- kandungan pasir timahnya yang diklaim mencapai jutaan ton itu. Sementara hasil yang diperoleh masih jauh panggang dari harapan. Singkat kata PT Timah dalam eksplorasi di Tanjung Gunung telah alami kerugian atas hasil visibility.
Dimana dari bocoran yang wartawan ini terima dari internal penyidik kalau mesin-mesin itu memiliki masalah. Sehingga tidak bisa beroperasi secara layak itu.
Namun anehnya -walau mesin bermasalah- pada tahun 2018 justeru telah terjadi serah terima atas hasil proyek antara kepala logistik dan kepala produksi darat yang saat itu pejabatnya berinisial Su.
“Jadi kesanya dengan adanya serah terima itu, kalau proyek itu semua bagus dan layak operasi. Tapi nyatanya tak seperti itu,” ungkap sumber.
BACA JUGA:Kasus Tipikor Tata Niaga Timah, Ditunggu Tersangka Berikutnya?
Kondisi proyek saat ini dikatakan sumber lebih parah lagi. Dimana mesin-mesinya terutama pada washing plant itu kini telah raib entah kemana. “Karena memang pada dasarnya mesinya serta pengadaanya bermasalah semua. Lalu mesin-mesinya diangkut entah kemana itu semua,” sebutnya.