PANGKALPINANG - BPJS Kesehatan Cabang Kota Pangkalpinang Provinsi Bangka Belitung telah membayar klaim sebesar Rp101,8 miliar terhadap
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang menjadi mitra kerja. Pembayaran klaim tersebut sepanjang Januari - Oktober 2024.
Kepala Cabang BPJS Kesehatan Pangkalpinang, Aswalmi Gusmita mengatakan, saat ini BPJS Kesehatan Pangkalpinang bekerja sama dengan 136 FKTP seperti puskesmas dan klinik yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Bangka Belitung. "Kita harap pembiayaan layanan kesehatan di FKTP ini dapat dioptimalkan untuk upaya-upaya promotive preventif yang dijalankan di FKTP," kata Aswalmi kepada Babel Pos, Senin (2/12/2024).
Seperti diketahui, kata Aswalmi, berdasarkan data Survey Kesehatan Indonesia (SKI) mengungkapkan bahwa penyakit tidak menular seperti diabetes dan hipertensi menjadi lebih umum terjadi di masyarakat Indonesia. Hal ini tentunya mengkhawatirkan mengingat dua penyakit ini dapat menjadi underlying dari berbagai penyakit yang berbiaya besar lainnya sebut saja gagal ginjal, jantung dan stroke.
Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, lanjutnya, menunjukkan bahwa pasien dengan penyakit jantung dan penyakit gagal ginjal menjadi dua jumlah pasien terbanyak (Berdasarkan data utilisasi pelayanan katastropik BPJS Kesehatan). Dan secara biaya pelayanan kesehatan, belanja layanan kesehatan pada penyakit-penyakit yang berbiaya besar ini mengambil 20-30 persen dari proporsi belanja layanan kesehatan BPJS Kesehatan.
"Kecenderungan prevalensi dan insidensi yang terus meningkat pada penyakit-penyakit ini mendatangkan kekhawatiran tentang kecukupan anggaran Program JKN dalam menanggung pembiayaan penyakit yang berbiaya katastropik ini," katanya.
Karena itu, menurut Aswalmi, resource yang terbatas dalam pembiayaan penyakit-penyakit yang berbiaya katastropik ini menjadi urgensi penting membangun mindset promotive preventif yang kuat dalam layanan kesehatan kepada masyarakat.
Oleh sebab itu, dikatakannya, sistem pembiayaan kesehatan oleh BPJS Kesehatan tidak hanya untuk pelayanan kesehatan kuratif saja. Namun juga menyasar layanan promotive preventif melalui sistem pembayaran kapitasi pada FKTP, pembayaran layanan promotive preventif khusus “Prolanis” (Program Pengelolaan Penyakit Kronis Diabetes dan Hipertensi), Pemeriksaan Skrining Kesehatan Sekunder (seperti IVA, Papsmear) serta terdapat pula pembiayaan ANC sebagai bagian dari promotive preventif pada layanan kehamilan.
"Melalui pembiayaan tersebut, diharapkan FKTP dapat lebih optimal dalam melakukan upaya kesehatan perorangan yang bersifat promotive preventif. Tidak hanya bersifat menunggu, namun diharapkan, FKTP dapat melakukan layanan yang bersifat proaktif baik melalui kegiatan home visit maupun dengan menggunakan teknologi dengan media sosial WA atau telekonsultasi via Mobile JKN Faskes," katanya.
Saat ini, diakui Aswalmi, masih banyak menemukan masyarakat yang belum mendaftarkan atau mengaktifkan sebagai peserta JKN. Alasannya, kata dia, masyarakat masih beranggapan bahwa JKN belum dibutuhkan dan berfikir akan selalu sehat, padahal JKN hadir tidak hanya untuk yang sakit. "Pertanyaan seperti ini sering kami tanyakan saat bertemu dengan masyarakat, dan jawaban kebanyakan adalah “Karena masih belum butuh, ya mudah mudahan sehat sehat saja terus”. Jawaban yang umum ini menunjuk bagaimana paradigma mayoritas masyarakat, tidak hanya dari golongan menengah kebawah, bahkan pada kelompok menengah ke atas pun sering kita temukan, bahwa bagi mayoritas kita melihat program JKN, sebatas program “Berobat Gratis” yang hanya bermanfaat ketika dalam kondisi sakit," ungkap Aswalmi.
Karena itu, menurutnya, tidak salah tentunya, hal itu menjadi salah satu tujuan hadirnya program JKN. Bahwa dengan “Program Strategis Negara” ini, masyarakat yang dalam kondisi membutuhkan pelayanan pengobatan atas kondisi sakit yang dialami, dapat mengakses layanan kesehatan yang bermutu tanpa harus khawatir tentang biaya.
"Ini adalah hakseluruh warga negara tanpa memandang status sosial. Namun sebelum hak itu hadir tentunya ada kewajiban yang harus ditunaikan yaitu membayar iuran sebagai peserta, dimana jika bagi yang mampu membayar iuran secara mandiri dan bagi yang tidak mampu maka iuran dibayarkan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah," terang Aswalmi.
Aswalmi menambahkan, selain tentang “Berobat Gratis”, tentu saja program JKN juga memiliki tujuan lain yang ingin disasar. Bahwa disamping memastikan masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan tanpa terjadi bencana finansial, JKN juga bertujuan memastikan bahwa seluruh masyarakat Indonesia dapat menerima layanan kesehatan yang bersifat komprehensif mulai dari layanan promotive preventif kuratif rehabilitative dan paliatif.
Lebih dari itu, katanya, program JKN juga dikembangkan dengan paradigma layanan promotive preventif yang kuat melalui peran Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dalam penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan.
"Oleh sebab itu, sistem pembayaran layanan kesehatan di FKTP , bagi peserta JKN atau yang lebih familiar disebut dengan “Peserta BPJS” , dilaksanakan dengan sistem Kapitasi. Dengan sistem kapitasi ini, FKTP akan dibayar dengan nilai Rp 7.000 s/d 15.000 per kapita (orang) yang terdaftar setiap awal bulan (menjadi fixed income bagi FKTP). Artinya sakit atau tidak sakit, setiap Peserta BPJS , telah dibayarkan pelayanannya di FKTP. Dengan sistem ini mendorong FKTP untuk menjalankan upaya-upaya promotive preventif bagi peserta BPJS yang terdaftar di fasilitas mereka, agar angka kesakitan rendah sehingga resource pengobatan yang dikeluarkan dapat dikendalikan," tutup Aswalmi.(pas)